Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan
pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.

Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.

Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.

Gejala Klinis:

  • Uterus tidak berkontraksi dan lunak
  • Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
Pencegahan atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit.
Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.

Penanganan Atonia Uteri;
A. Penanganan Umum
  • Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
  • Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
  • Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat. 
  • Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
  • Pastikan bahwa kontraksi uterus baik: 
  • lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM 
  • Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
  • Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
  • Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadarHemoglobin:
  • Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
  • Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
B.Penanganan Khusus
  • Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
  • Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
  • Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
  • Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
  • Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:
Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
  • Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
  • Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
  • Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika. 
  • Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.
Uterotonika :

Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.
Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.
Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi.

Kompresi Uterus Bimanual.

Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci
Teknik :
  • Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan,
  • Eksplorasi dengan tangan kiri 
  • Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas. 
  • Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.
Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KEBIDANAN DI INDONESIA


Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun internasional terjadi begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan

Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%. Mengingat hal diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

PELOPOR YANG BEKERJA SAMA DALAM PERKEMBANGAN KEBIDANAN HIPOKRATES DARI YUNANI THN 460 – 370 SM
Disebut Bapak Pengobatan
1. Menaruh perhatian terhadap kebidanan / keperawatan dan pengobatan
2. Wanita yang bersalin dan nifas mendapatkan pertolongan dan pelayanan selayaknya.

SORANUS THN 98-138 SM BERASAL DARI EFESUS/TURKI Disebut Bapak Kebidanan
1. Berpendapat bahwa seorang ibu yang telah melahirkan tidak takut akan hantu atau setan dan menjauhkan ketahyulan
2. Kemudian diteruskan oleh MOSCION bekas muridnya : meneruskan usahakan dan menulis buku pelajaran bagi bidan-bidan yang berjudul : KATEKISMUS bagi bidan-bidan Roma Pengetahuan bidan semakin maju.

Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebidanan Di Indonesia
Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia tidak terbatas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.

Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.
b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti rujukan.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.

Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.

Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa.

Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.

Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Permenkes tersebut dimulai dari
:
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
- Pelayanan Keluarga Berencana
- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996

Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

Perkembangan Pendidikan Kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta didik yang disebabkan karena adaanya larangan atatupun pembatasan bagi wanita untuk keluaran rumah.
Pada tahunan 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah sakit militer di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indo dibuka di Makasar. Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).

Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang luluas dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.

Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. DI tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut Bidan Kelas Satu (Vreodrouweerste Klas) dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vreodrouw tweede klas). Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.

Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.

Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).

Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.

Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata diseluruh propinsi. Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 kategori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.

Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.

Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung satu tahun dan tidak dilakukan oleh semua institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.

Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.

Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti yang diharapkan sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.

Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu : Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Wilayah Kalimantan. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu enam semester.

Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994

Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan menggunakan modul sebanyak 22 buah. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di Propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan di 15 Propinsi, pada tahap II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III (1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-III telah diikuti oleh 6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan lulus.

Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah tiap propinsinya adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah masing-masing hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490 peserta belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum masuk. Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan neonatal (LSS = Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah Direktorat Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas.

Sedang pelaksanaannya adalah Rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif ditinjau dari proses. Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit swasta mengadakan Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS, yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru/dosen dari D3 Kebidanan. 1995-1998, IBI bekerja sama langsung dengan Mother Care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas dan bidan di desa di Propinsi Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan. Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, utnuk meningkatkan kualitas pelayanan juga diadakan seminar dan Lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi (Organization Development = OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEP.

Tahun 2000 Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tentang D-IV Kebidanan di FK UGM,FK UNPAD Tahun 2002 di FK USU. Tahun 2005 Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tentang S2 Kebidanan di FK UNPAD.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ABORTUS alias Keguguran

Abortus
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim.

Keguguran atau abortus disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
-          Kelainan sel telur ibu, biasanya terjadi di awal kehamilan.
-          Kelainan anatomi organ reproduksi ibu, misalnya mengalami kelainan atau gangguan pada rahim.
-          Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu penyakit, atau kelainan pembentukan plasenta.
-          Ibu menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai demam tinggi, penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami kekurangan vitamin berat, dll.
-          Antagonis Rhesus ibu yang merusak darah janin.

Ada beberapa jenis abortus atau keguguran, yaitu:
Abortus Iminens
Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks)
Abortus Insipiens
Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam rahim.
Abortus Inkomplet
Terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.
Abortus komplet
Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.
Abortus Servikalis
Pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh os uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar, berbentuk bundar, dan dindingnya menipis.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mola Hidatidosa (Hamil Anggur)




DEFINISI
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan.

PENYEBAB
Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan.
Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali.

Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti.
Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi.

Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya mola adalah:
  • Status sosial-ekonomi yang rendah

  • Diet rendah protein, asam folat dan karotin.


  • GEJALA
    Gejalanya bisa berupa:
  • Perdarahan dari vagina pada wanita hamil (trimester I)

  • Mual dan muntah berat

  • Pembesaran perut melebihi usia kehamilan

  • Gejala-gejala hipertiroidisme ditemukan pada 10% kasus (denyut jantung yang cepat, gelisah, cemas, tidak tahan panas, penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, tinja encer, tangan gemetar, kulit lebih hangat dan basah)

  • Gejala-gejala pre-eklamsi yang terjadi pada trimester I atau awal trimester II (tekanan darah tinggi, pembengkakan kaki-pergelangan kaki-tungkai, proteinuria).

    Mola hidatidosa


  • DIAGNOSA
    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
    Pada pemeriksaan panggul akan ditemukan tanda-tanda yang menyerupai kehamilan normal tetapi ukuran rahim abnormal dan terjadi perdarahan.
    Tinggi fundus rahim tidak sesuai dengan umur kehamilan dan tidak terdengar denyut jantung bayi.

    Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
  • Serum HCG untuk memastikan kehamilan, lalu HCG serial (diulang pada interval waktu tertentu)

  • USG panggul

  • Rontgen dada dan CT scan/MRI perut.


  • PENGOBATAN
    Mola harus dibuang seluruhnya, biasanya jika tidak terjadi aborsi spontan dan diagnosisnya sudah pasti, dilakukan aborsi terapeutik melalui prosedur dilatasi & kuretase.

    Setelah prosedur tersebut, dilakukan pengukuran kadar HCG untuk mengetahui apakah seluruh mola telah terbuang.
    Jika seluruh mola telah terbuang, maka dalam waktu 8 minggu kadar HCG akan kembali normal.
    Wanita yang pernah menjalani pengobatan untuk mola sebaiknya tidak hamil dulu dalam waktu 1 tahun.

    2-3% kasus mola bisa berkembang menjadi keganasan (koriokarsinoma).
    Pada koriokarsinoma diberikan kemoterapi yaitu metotreksat, daktinomisin atau kombinasi kedua obat tersebut.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    HIPEREMESIS GRAVIDARUM


    BAB I
    PENDAHULUAN
    A. Latar belakang
    Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala – gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80% primi gravida dan 40 – 60% multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala – gejala ini menjadi lebih berat

    Perasaan mual ini desebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin) dalam serum. Pengaruh Fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. (Prawirohardjo, 2002)

    Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada kehamilan muda dan dikemukakan oleh 50 – 70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Kurang lebih 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual- mual dan 44% mengalami muntah – muntah. Wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Perbandingan insidensi hiperemesis gravidarum
    4 : 1000 kehamilan. (Sastrawinata, 2004)

    Diduga 50% sampai 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan kira – kira 5% dari ibu hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Mual dan muntah khas kehamilan terjadi selama trimester pertama dan paling mudah disebabkan oleh peningkatan jumlah HCG. Mual juga dihubungkan dengan perubahan dalam indra penciuman dan perasaan pada awal kehamilan. (Walsh, 2007)
    Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atu defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. Insiden kondisi ini sekitar 3,5 per 1000 kelahiran. Walaupun kebanyakan kasus hilang dan hilang seiring perjalanan waktu, satu dari setiap 1000 wanita hamil akanmenjalani rawat inap. Hiperemesis gravidarum umumnya hilang dengan sendirinya (self-limiting), tetapi penyembuhan berjalan lambat dan relaps sering umum terjadi. Kondisi sering terjadi diantara wanita primigravida dan cenderung terjadi lagi pada kehamilan berikutnya. (Lowdermilk, 2004)

    B. Tujuan Penulisan
    1. Untuk mengetahui definisi hiperemesis gravidarum
    2. Untuk mengetahui etiologi hiperemesis gravidarum
    3. Untuk mengetahui patofisiologi hiperemesis gravidarum
    4. Untuk mengetahui gejala dan tanda hiperemesis gravidarum
    5. Untuk mengetahui diagnosis hiperemesis gravidarum
    6. Untuk mengetahui pencegahan hiperemesis gravidarum
    7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperemesis gravidarum

    C. Manfaat Penulisan
    Diharapkan kepada pembaca terutama mahasisiwi kebidanan untuk mengerti dan memahami tentang hiperemesis gravidarum sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum.

    D. RUMUSAN MASALAH
    Wanita hamil yang mengalami mual


    E. METODE PENULISAN
    Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode pustaka.

    BAB II
    PEMBAHASAN
    A. Definisi
    Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehari – hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. (Arif, 1999)

    Hiperemesis gravidarum adalah mual – muntah berlebihan sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari – hari dan bahkan membahayakan hidupnya. (Manuaba, 2001)

    Wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum. (Sastrawinata, 2004)

    Hiperemesis gravidarum adalah vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. (Lowdermilk, 2004)

    Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda) dimana penderita mengalami mual- muntah yang berlebihan, sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas dan kesehatan penderita secara keseluruhan. (Achadiat, 2004)

    B. Etiologi
    Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Perubahan – perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat – zat lain akibat inanisi. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut :
    1. faktor predisposisi :
    a. Primigravida
    b. Overdistensi rahim : hidramnion, kehamilan ganda, estrogen dan HCG tinggi, mola hidatidosa
    2. Faktor organik :
    a. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal
    b. Perubahan metabolik akibat hamil
    c. resistensi yang menurun dari pihak ibu.
    d. Alergi
    3. faktor psikologis :
    a. Rumah tangga yang retak
    b. Hamil yang tidak diinginkan
    c. takut terhadap kehamilan dan persalinan
    d. takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu
    e. Kehilangan pekerjaan

    C. Patofisiologi
    Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
    1. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton – asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.
    2. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah dan khlorida air kemih turun. Selain itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang
    3. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah – muntah lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan
    4. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss) dengan akibat perdarahan gastro intestinal.

    D. Gejala dan Tanda
    Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dapat dibagi :
    1. Tingkatan I
    a. Muntah terus menerus sehingga menimbulkan :
    1) Dehidrasi : turgor kulit turun
    2) Nafsu makan berkurang
    3) Berat badan turun
    4) Mata cekung dan lidah kering
    b. Epigastrium nyeri
    karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke esofagus
    c. Nadi meningkat dan tekanan darah turun
    d. Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit
    e. Tampak lemah dan lemas
    2. Tingkatan II
    a. Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :
    1) Turgor kulit makin turun
    2) Lidah kering dan kotor
    3) Mata tampak cekung dan sedikit ikteris
    b. Kardiovaskuler
    1) Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit
    2) Nadi kecil karena volume darah turun
    3) Suhu badan meningkat
    4) Tekanan darah turun

    c. Liver
    1) Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus
    d. Ginjal
    Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan :
    1) Oliguria
    2) Anuria
    3) Terdapat timbunan benda keton aseton
    Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan
    e. Kadang – kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan pecahnya mukosa lambung pada sindrom mallory weiss.
    3. Tingkatan III
    a. Keadaan umum lebih parah
    b. Muntah berhenti
    c. Sindrom mallory weiss
    d. Keadaan kesadran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma
    e. Terdapat ensefalopati werniche :
    1) Nistagmus
    2) Diplopia
    3) Gangguan mental
    f. Kardiovaskuler
    1) Nadi kecil, tekanan darh menurun, dan temperatur meningkat
    g. Gastrointestinal
    1) Ikterus semakin berat
    2) Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam
    h. Ginjal
    1) Oliguria semakin parah dan menjadi anuria

    E. Diagnosis
    Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
    Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan.

    E. Pencegahan
    Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis gravidarum dengan cara :
    1. Memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik
    2. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan.
    3. Menganjurkan mengubah makan sehari – hari dengan makanan dalam jumlah kecil tapi sering
    4. Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, erlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan dengan teh hangat.
    5. makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan
    6. Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin
    7. Defekasi teratur
    8. Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan faktor penting, dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.

    F. Penatalaksanaan
    Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan :
    1. Obat – obatan
    a. Sedativa : phenobarbital
    b. Vitamin : Vitamin B1 dan B6 atau B – kompleks
    c. Anti histamin : Dramamin, avomin
    d. Anti emetik (pada keadan lebih berat) : Disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin
    Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.
    2. Isolasi
    a. Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik.
    b. Catat cairan yang keluar masuk.
    c. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan.
    d. Tidak diberikan makanan/minuman dan selama 24 jam.
    Kadang – kadang dengan isolasi saja gejala – gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
    3. Terapi psikologik
    a. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan
    b. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan
    c. Kurangi pekerjaan sera menghilangkan masalah dan konflik
    4. Cairan parenteral
    a. Cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan fisiologis (2 – 3 liter/hari)
    b. Dapat ditambah kalium, dan vitamin(vitamin B kompleks, Vitamin C)
    c. Bila kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intravena
    d. Bila dalam 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat diberikan minuman dan lambat laun makanan yang tidak cair
    Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala – gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik
    5. Menghentikan kehamilan
    Bila pegobatan tidak berhasil, bahkan gejala semakin berat hingga timbul ikterus, delirium, koma, takikardia, anuria, dan perdarahan retina, pertimbangan abortus terapeutik.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    Kehamilan Ektopik

    I. Gawat Darurat hamil muda

    • KEHAMILAN EKTOPIK
    1. Pengertian
    Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berlangsung ( bernidasi ) di luar endometrium yang normal ( kavum uteri ). Kehamilan ekstrauterine adalah kehamilan di luar batas uterus, sedangkan kehamilan heterotopik adalah hamil intrauterine dan hamil ektopik yang terjadi bersama- sama.
    2. Lokasi Kehamilan Ektopik
    Kebanyakan kehamilan ekstrauterin terjadi pada Tuba Falopii ( gestasi ektopik ), tetapi jarang ovum yang fertile berimplantasi pada permukaan ovarium atau serviks uterin. Sangat jarang ovum yang fertil berimplantasi pada omentum ( kehamilan abdominal ).

    Fungsi normal tuba adalah transportasi ovum, spermatozoa dan zigot ; tempat terjadinya konsepsi; tumbuh kembang zigot menjadi blastokis untuk siap melakukan nidasi pada endometrium; dan menjadi tempat transportasi hasil konsepsi menuju uterus untuk nidasi.
    Lokasi kehamilan ektopik meliputi kehamilan tuba ( interstisial, ampula tuba, istmus tuba, osteum tuba eksternum ), kehamilan servikal, kehamilan ovarium, kehamilan abdomen (primer implantasi, sekunder implantasi ), kehamilan intralegamenter ( di ligamentum rotundum ).

    3. Gejala dan Penyebab
    Bentuk kehamilan apabila masih utuh akan ada rasa sakit atau tidak nyaman. Namun bila sudah pecah menimbulkan perdarahan intraabdominal. Gejala klinisnya meliputi TRIAS gejala klinik ( amenorhoe, nyeri pada perut, perdarahan intraabdominal dan transvaginal ), terdapat tanda kehamilan ( tanda sekunder kehamilan ( mamae menegang ), morning sickness, emesis gravidrum, peningkatan beta hCG ( 200 mUI/liter ). Kehamilan abdominal menunjukan gejala janin masih hidup atau sudah meninggal, janin teraba di bawah kulit, nyeri saat janin bergerak, dan pada pemeriksaan dalam terdapat uterus yang kosong.
    Penyebab terjadinya kehamilan ektopik adalah kegagalan fungsi tuba ( salpingitis kronis , endometriosis, tekanan tumor, tuba elongasi sehingga hasil konsepsi sudah siap nidasi di tuba, infeksi asenden ke IUCD ) atau perlekatan tuba sehingga saluran menyempit atau buntu ( infeksi menahun, endometriosis ).
    4. Diagnosis
    Diagnosis kehamilan ektopik diperoleh dari terdapatnya trias kehamilan ektopik, terdapat kenaikan beta hCG ( 200 mIU/ liter ), dan pada pemeriksaan fisik terdapat cairan bebas di kavum abdominalis dengan nadi meningkat, dapat terjadi syok, dan tanda Cullen. Sedangkan pada pemeriksaan dalam CD menonjol dan nyeri, serviks nyeri goyang, nyeri pada tuba dengan hamil ektopik dan teraba tumor. Diagnosis diferensial untuk keadaan ini meliputi penyakit radang pelvis ( pelvic inflammatory disease, PID ), perdarahan saat ovulasi, komplikasi kista ( torsi kista, perdarahan kista ovarii, infeksi kista ovarii ), torsi mioma uteri bertangkai, dan apendisitis akut.
    5. Hasil Kehamilan
    Kematian kehamilan ektopik terjadi bila ada perdarahan kehamilan tuba interstisial yang menimbulkan perdarahan banyak dan mendadak, infeksi sampai sepsis atau syok septic, atau kelambatana melakukan rujukan.
    Pada kebanyakan kasus, kehamilan berakhir antara minggu ke-6 dan ke-10 dalam salah satu dari beberapa cara.
    Abortus Tuba
    Abortus tuba terjadi 65 % dari kasus dan biasanya terminasi pada implantasi fimbria dan ampula. Hemoragi ringan berulang dari area dinding tuba yang diinvasi melepaskan ovum yang mati.

    6. Penatalaksanaan
    Penatalaksanan terhadap kehamilan ektopik meliputi :
    1. Non- bedah ( tanpa operasi )
    a. Observasi beta hCG ( bila menurun berarti kehamilan mati dan diabsorpsi )
    b. Pengobatan dengan metotreksat pada kehamilan ektopik utuh atau abdomen.
    2. Tindakan operasi hamil ektopik
    a. Salfingektomi
    b. Salfingostomi
    c. Histerektomi
    d. Laparotomi untuk mengeluarkan kehamilan abdominal
    Tugas bidan mengahadapi kehamilan ektopik adalah :
    a. Menegakkan diagnosa kehamilan
    b. Segera melakukan rujukan sehingga dapat tertolong dengan segera
    c. Saat melakukan rujukan sebaiknya dilakukan pemasangan infuse sebagai pengganti darah yang hilang. Bila mungkin ikuti atau antar ke rumah sakit yang dapat memberi pertolongan operasi.
    II. Gawat Darurat trimester 2 & 3
    • KEHAMILAN LEWAT WAKTU
    1. Pengertian
    Kehamilan lewat waktu berarti kehamilan yang melampaui usia 292 hari ( 42 minggu ) dengan gejala kemungkinan komplikasinya. Nama lain kehamilan lewat waktu adalah kehamilan serotinus, prolonged pregnancy atau postterm pregnancy.
    Sebab terjadinya kehamilan lewat waktu adalah ketidakpastian tangal haid terakhir, terdapat kelainan congenital anensefalus, dan terdapat hipoplasia kelenjar adrenal.
    2. Komplikasi
    Komplikasi dapat mengenai ibu dan janin. Komplikasi pada ibu meliputi rasa takut akibat terlambat lahir dan rasa takut menjalani operasi dengan akibatnya “ trias komplikasi ibu “. Sedangkan komplikasi pada janin meliputi :
    a. Oligohdramnion. Air ketuban normal usia 34 – 37 minggu adalah 1000 cc, aterm adalah amnion kental, mekoneum diaspirai oleh janin, asfiksia, gawat janin intrauterine. Pada inpartu, aspirasi air ketuban, nilai apgar rendah, terjadi sindrom gawat janin, dan bronkus paru tersumbat yang menimbulkan atelektasis.
    b. Janin diwarnai mekoneum. Mekoneum keluar karena refleks vagus terhadap usus. Peristaltik usus dan terbukanya sfingter ani membuat mekoneum keluar. Aspirasi air ketuban serta mekoneum dapat menimbulkan gangguan pernafasan bayi- janin, gangguan sirkulasi bayi setelah lahir dan hipoksia intrauterine sampai kematian janin.
    c. Makrosemia. Dengan plasenta masih baik terjadi tumbuh-kembang janin dengan berat 4500 gram disebut makrosemia. Akibat kondisi ini pada perasalinan ( tindakan operasi seksio sesarea, trauma persalinan operasi vaginal karena distosia bahu ) dapat menimbulkan kematian bayi dan trauma jalan lahir ibu.
    d. Dismaturitas bayi. Usia kehamilan 37 minggu luas plasentanya 11 m2. selanjutnya terjad penurunan fungsi akibat tidak berkembangnya atau terjadinya kalsifikasi dan aterosklerosis pembuluh darah. Penurunan kemampuan nutrisi plasenta menimbulkan perubahan metabolisme menuju anaerobic. Pada keadaan ini terjadi badan keton dan asidosis, gejala Clifford, pada kulit terjadi substanfet berkurang, otot makin lemah, dan berwarna mekoneum. Kuku tampak tajam dan kulit keriput. Tali pusat lembek, mudah tertekan dengan disertai oligohidramnion.
    Masalah yang dihadapi pada kehamilan lewat waktu meliputi identifkasi resiko pada janin, waktu yang tepat untuk melakukan persalinan, dan menentukan persalinan pervagina versus per abdomen. Risiko kehamilan sulit dipastikan dan menjurus pada risiko kematian janin intauterin. Persalinan dipercepat karena terjadi preeklampsia/ eklampsia, ibu dengan hipertensi, ibu dengan diabetes mellitus, ada gangguan tumbuh-kembang janin intrauterine, dan factor kematangan serviks.
    3. Pertolongan
    Pertolongan yang diberikan pada gangguan ini adalah dengan induksi oksitosin dan seksio sesarea. Seksio sesarea dilakukanbila da tanda asfiksia intrauterine, makrosemia, kelainan letak janin, riwayat obstetric buruk, induksi gagal, infertilitas primer-skunder, ibu dengan penyakit tertentu.
    Pertolongan persalinan di luar rumah sakit sangat berbahaya karena setiap saat memerlukan tindakan operasi. Bahayanya adala janin dapat meninggal mendadak intrauterin, mengalami kesulitan saat pertolongan persalinan karena bahu bayi terlalu besar ( persalinan distosia bahu ). Persalinan distosia bahu sangat berbahaya untuk janin karena paksaan untuk melahirkan bayinya akan menimbulkan trauma persalinan terutama persendian lehernya. Paksaan lagi akan dapat menimbulkan bahaya kerusakan pusat “ vital janin” yang terletak di medulla oblongata dan dapat mengakibatkan matinya janin.
    Dengan demikian bidan akan lebih bijak melakukan rujukan untuk mendapatkan pertolongan yang lebih baik. Ingatlah, pada kehamilan lewat waktu plasenta telah sangat mundur untuk mampu memberikan nutrisi dan oksigen kepada janin sehigga setiap saat janin akan terancam gawat janin dan diikuti asfiksia neonatorum yang memerlukan perawatan khusus. Untuk keselamatan ibu dan bayinya sebaiknya dilakukan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih baik.
    III. Gawat Darurat in Partus
    • EMBOLI AIR KETUBAN
    1. Pengertian
    Emboli air ketuban adalah komplikasi yang jarang terjadi pada persalinan tetapi kejadiannya tidak dapat diduga, tidak dapat dihindari, sangat berbahaya, dan sulit untuk diobati dengan baik. Perisiwa ini dikemukakan pertama kali oleh Meyer ( 1927 ). Kejadiannya satu diantara 80.000 dan 800.000 persalinan.
    2. Predisposisi
    Factor predisposisi Emboli air ketuban meliputi multiparitas wanita gemuk, persalinan dengan oksitosin drip, persalinan presipitatus ( kurang dari 3 jam ), pada IUFD atau Missed abortion. Bila dilihat dari waktu kejadiannya, kondisi ini dapat terjadi pada persalinan spontan, persalinan dengan seksio sesarea, dan waktu terjadi rupture.
    Gambaran klinisnya berupa trias gejala yaitu ketuban pecah, diikuti sesak nafas, dan syok, serta diikuti perdarahan. Emboli air ketuban menyebabkan komplikasi dan gejala klinis yang bersumber dari kardiovaskuler, gangguan pembekuan darah, dan koagulasi intravascular.
    3. Mekanisme Kolaps Kardiovaskuler
    Air ketuban yang terisap dengan benda padatnya ( rambut lanugo, lemah, dan lainnya ) menyambut kapiler paru sehinggaterjadi hipertensi arteri pulmonum, edema paru, dan gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Akibat hipertensi pulmonum menybabkan tekanan atrium kiri turun, curah jantung menurun, terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mengakibatkan syok berat. Gangguan pertukaran oksigen dan karbon monoksida menyebabkan sesak nafas, sianosis,dan gangguan pengaliran oksigen ke jaringan yang mengakibatkan asidosis metabolic dan metabolisme anaerobic.
    Edema paru dan gangguan pertukaran oksigen dan karbon monoksida menyebabkan terasa dada sakit – berat – dan panas, penderita gelisah karena kekurangan oksigen, dikeluarkannya histamine yang menyebabkan spasme bronkus, pengeluaran prostaglandin dapat menambah spasme bronkus dan sesak nafas.
    Terjadi refleks nervus vagus yang menyebabkan bradikardia dan vasokontriksi arteri koroner yang menimbulkan gangguan kontraksi otot jantung dan dapat menimbulkan henti jantung akut. Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan, dan sianosis. Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari20 menit sampai 36 jam.
    4. Gangguan Pembekuan Darah
    Partikel air ketuban dapat menjadi inti pembekuan darah. Factor X atau musin /lender dan debris air ketuban dapat menjadi trigger terjadinya koagulasi intravaskuler, mengaktifkan system fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi Hipofibrinogemia dan menimbulkan perdarahan dari beas implantasi plasenta. Kekurangan oksigen dan terjadinya metabolisme anaerobic dalam otot uterus menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan. Kedua komponen ini dapat menimbulkan syok dan terjadi kematian dalam waktu sangat singkat sebelum sempat memberikan pertolongan adekuat.
    5. Penatalaksanaan
    Upaya Preventif :
    Upaya preventif dengan memperhatikan indikasi induksi persalinan. Memecah ketuban saat akhir his sehingga tekanannya tidak terlalu besar dan mengurangi masuk ke dalam pembuluh darah, tangan tetap di dalam untuk mengurangi aliran air ketubannya. Saat seksio sesarea dilakukan pengisapan air ketuban perlahan sehingga dapat mengurangi asfiksia intrauterine dan emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.
    6. Pengobatan
    Tindakan umum yang dilakukan adalah segera memasang infuse di dua tempat sehinga cairan segera dapat diberikan untuk mengatasi syok. Selain itu memberikan oksigen dengan tekanan tinggi sehingga dapat menambah oksigen dalam darah. Untuk jantung dapat diberikan resusitasi jantung dengan masase dan mesin kardipulmonari, pemberian digitalis, atropine untuk mengurangi vasokontriksi pembuluh darah dan paru, vasopresor ( isoprotrenol ), dan diuretic untuk mengurangi edema. Untuk paru, obat spasmolitik papaverin yang mengurangi spasme bronkus dan pembuluh darah paru. Untuk syok anafilaksis diatasi dengan pemberian antihistamin ( prometazine ) dan kortison dosis tinggi. Untuk koagulasi intravaskuler dipertimbangkan untuk memberikan heparin.
    Keberhasilan pengobatan dan pengalaman untuk mengatasi emboli air ketuban tidak banyak dan waktu meninggal sangat singkat, kurang dari setengah jam. Jadi tidak sempat berbuat banyak untuk menolong. Karena itu berhati-hatilah saat memecahkan ketuban dan tangan harus tetap di dalam sehingga aliran air ketuban dapat dikendalikan.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    MEKANISME PERSALINAN NORMAL

    Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.

    Tanda-tanda persalinan sudah dekat adalah :
    a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
    b. Perineum menonjol
    c. Ibu kemungkinan merasa ingin BAB
    d. Vulva vagina dan spinchter anus membuka
    e. Jumlah pengeluaran lendir dan darah meningkat

    Mekanisme persalinan merupakan gerakan janin yang mengakomodasikan diri terhadap panggul ibu. Hal ini sangat penting untuk kelahiran melalui vagina oleh karena janin itu harus menyesuaikan diri dengan ruangan yang tersedia di dalam panggul. Diameter-diameter yang besar dari janin harus menyesuaikan dengan diameter yang paling besar dari panggul ibu agar janin bisa masuk melalui panggul untuk dilahirkan.

    Diameter Janin
    1) Diameter biparietal, yang merupakan diameter melintang terbesar dari kepala janin, dipakai di dalam definisi penguncian (enggagment).
    2) Diameter suboksipitobregmantika ialah jarak antara batas leher dengan oksiput ke anterior fontanel; ini adalah diameter yang berpengaruh membentuk presentasi kepala.
    3) Diameter oksipitomental, yang merupakan diameter terbesar dari kepala janin; ini adalah diameter yang berpengaruh membentuk presentasi dahi.

    Mekanisme Persalinan
    Gerakan-gerakan utama anak dalam kelahiran ialah :
    a.Turunnya kepala
    b. Fleksi
    c. Putaran paksi dalam
    d. Ekstensi
    e. Putaran paksi luar
    f. Ekspulsi

    Dalam kenyataannya beberapa gerakan terjadi secara bersamaan.
    a. Turunnya kepala
    Turunnya kepala dibagi dalam :
    1) masuknya kepala dalam pintu atas panggul
    Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan. Apabila sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir, tepat diantara symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan synclitismus.

    Pada synclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promotorium, maka dikatakan asynclitismus. Dikatakan asynclitismus posterior, ialah kalau sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan, dan dikatakan asynclitismus anterior ialah kalau sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale belakang. Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.

    2) majunya kepala
    Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan. Majunya kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu : fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi.

    Penyebab majunya kepala antara lain :
    (a) tekanan cairan intrauterin
    (b) tekanan langsung oleh fundus pada bokong
    (c) kekuatan mengejan
    (d) melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk rahim.

    b. Fleksi
    Dengan majunya kepala biasanya fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambah fleksi ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir: diameter suboksipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter suboksipito frontalis (11 cm).

    Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini adalah terjadinya fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.

    c. Putaran paksi dalam
    Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah symphisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan dan ke bawah symphysis.

    Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai Hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar panggul.

    Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam adalah :
    1) pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala
    2) bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis antara m. levator ani kiri dan kanan.
    3) ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.

    d. Ekstensi
    Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.
    Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak nya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas.

    Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah symphysis akan maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan suboksiput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomochlion.

    e. Putaran paksi luar
    Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan = putaran paksi luar).

    Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber isciadicum sepihak. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter biacromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul.

    f. Ekspulsi
    Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS